Menjadi hak manusia dalam Islam dan bahkan merupakan kewajiban bagi mereka untuk menyampaikan nasihat kepada pemimpin dan meluruskannya jika menyimpang, memerintahkannya kepada yang ma'ruf dan mencegahnya dari yang mungkar . Pemimpin adalah salah seorang dari kaum Muslimin, bukan orang yang agung sehingga tidak memerlukan nasihat dan tidak bisa diperintah. Orang-orang Muslim juga tidak terlalu kerdil untuk memberi nasihat atau memberi memerintah.
Jika umat mengabaikan amar ma'ruf nahi munkar, maka hilanglah rahasia keistimewaan dan kelebihannya, dan akhir akan disusl dengan datangnya laknat seperti yang dialami umat-umat sebelum mereka, karena mereka tidak saling mencegah dari kemungkaran yang dikerjakan.
Dalam hadits disebutkan:
"Jika kulihat umatku gentar berkata kepada orang zhalim, 'Hai orang zalim', maka mereka tidak layak lagi untuk hidup," (Diriwiyatkan Ahmad dan Al-Hakim)
Dalam hadits lain disebutkan :
"Sesungguhnya jika manusia melihat orang zhalim, lalu mereka tidak berani bertindak terhadap dirinya, maka Allah akan segera menyebarkan siksaan dari sisi-Nya kepada mereka." (Diriwayatkan Abu Dawud).
Dalam pidato yang disampaikan pertama kali setelah diangkat sebagai khalifah, Abu Bakar dan Umar menyampaikan keterbukaannya untuk dinasehati dan diluruskan jika ada penyimpangan yang dilakukannya. Tetapi lewat sejarah, pengalaman berbagai bangsa dan kenyataan yang terjadi di masyarakat Islam sendiri, kita tahu bahwa meluruskan penyimpangan pemimpin bukanlah perkara yang mudah dan tidak cukup hanya dengan sekali dua kali pidato. Sementara rakyat atau umat tidak memiliki kekuatan untuk meluruskan penyimpangan tersebut. Sebab semua kekuatan berada ditangan pemimpin dan penguasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar