Rabu, 25 November 2009

'UDHHIYAH (Berkurban)


1.      Hewan kurban harus binatang ternak, yang terdiri dari unta, sapi, dan kambing, baik domba maupun kambing kacang. Dalilnya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla: “Dan bagi tiap-tiap penyembelihan (kurban), supaya menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan oleh Allah kepada mereka”(al-Hajj[22]:34). Maksud bahimatul-an’am (binatang ternak) pada ayat di atas ialah unta, sapid an kambing. Inilah yang dikenal di kalangan Arab sebagaimana yang dituturkan oleh al-Hasan , Qatadah dan Imam lainnya yang lebih dari satu orang.
2.      Telah mencapai usia yang telah ditetapkan oleh syara’, yaitu jadza’ah dari kambing domba (biri-biri) atau tsaniyah jika dari selainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  pernah berpesan sebagai berikut: “Janganlah kamu menyembelih hewan untuk kurban selain musinnah, kecuali jika sulit mendapatkannya. Maka sembelihlah jadza’ah dari kambing domba” (diriwayatkan oleh Muslim). Musinnah ialah minimal tsaniyah untuk selain kambing domba, minimal jadza’ah  untuk kambing domba. Tsaniyah untuk unta ialah untuk unta yang genap berusia lima tahun , untuk sapi genap berumur dua tahun, dan untuk kambing tepat berusia satu tahun. Adapun Jadza’ah ialah untuk yang sudah berusia setengah tahun (enam bulan). Maka ‘udhhiyah tidak sah dengan unta atau kambing kacang di bawah tsaniyah, juga tidak sah dengan kambing domba atau biri-biri di bawah  jadza’ah.
3.      Hewan kurban tidak memiliki cacat yang menghalangi keabsahannya, yaitu ada empat macam :

·         Picek (buta sebelah) yang jelas piceknya , dimana salah satu matanya tenggelam atau buta, atau menonjol seperti kancing atau terkena warna (lamur) yang menunjukan kebutaannya secara jelas.
·         Sakit dengan jelas, di mana sakit yang dideritanya begitu tampak, seperti demam yang menjadikannya tidak mau makan, atau kurap/kudis yang kelihatan jelas yang mempengaruhi daging atau kesehatannya , juga luka parah yang mempengaruhi kesehatannya, dan sejenisnya.
·         Pincang dengan jelas sehingga menjadikannya tidak dapat berjalan dengan normal.
·         Kurus yang menghilangkan otak (sumsm). Semuanya ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam  saat beliau ditanya tentang hewan yang tidak boleh dijadikan kurban. Beliau mengisyaratkan dengan tangannya seraya bersabda:  :Empat jenis hewan :yang pincang dengan jelas pincangnya, yang buta sebelah dengan jelas butanya, yang mengidap penyakit dengan sakitnya, dan yang kurus yang tidak bersumsum” (diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwatha dari Bara’bin ‘Azib radiyallahu’anhu).

4.      Hewan yang dijadikan kurban adalah milik sipengurban (bukan milik orang lain) atau mendapat izin syar’I dari pemilik hewan kurban. Dengan demikian, ‘udhhiyah tidak sah dengan hewan yang bukan milik si pengurban seperti hasil mencuri, atau memilikinya dengan dakwaan yang tidak diakui oleh syari’ah, karena mendekatkan diri kepada Allah (ibadah) itu tidak sah dengan cara bermaksiat . Juga sahkurbannya wali  (yang menanggung dan mengurus ) anak yatim dengan harta yatim jika telah menjadi tradisi, dimana si yatim akan sedih kalau tidak berkurban. Dan sah pula kurbannya seseorang dengan harta orang yang mewakilkannya, jika yang mewakilkan tersebut member izin kepadanya.
5.      Tidak hak orang lain pada hewan kurban. Maka tidak sah ‘udhhiyah dengan hewan yang menjadi gadaian (syarat-syarat ini merupakan syarat yang berlaku untuk “udhhiyah dan setiap sembelihan yang disyariatkan seperti binatang hadyu untuk haji Tamattu’, Qiran dan ‘aqiqah.).
6.      Menyembelihnya pada waktu yang telah ditentukan oleh syara’, yaitu setelah pelaksanaan shalat hari raya kurban (‘Idul –Adhha) sampai terbenamnya matahari Hari Tasyriq terakhir tanggal 13 Dzulhijjah. Dengan demikian masa penyembelihan hewan kurban adalah empat hari, yaitu hari ‘Idul Adhha dan tiga hari setelahnya. Orang yang menyembelih hewan kurban sebelum selesai shalat  ‘Id atau sesudah terbit matahari hari Tasyriq terakhir, tidaklah sah. Dasarnya adalah hadits dari Bara’bin ‘Azib ra, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan pernyataan berikut, “Barang siapa yang menyembelih hewan kurban sebelum (‘Id), hendaklah ia menngantinya dengan yang lain.”   Tetapi jika terjadi sesuatu tanpa sengaja yang menjadikan penyembelihan dilakukan setelah lewatnya hari Tasyriq ketiga (terakhir), misalnya hewan kurban yang akan disembelih lari atau hilang , dan ia tidak ditemukan kecuali setelah habisnya hari Tasyriq, atau orang yang diwakili untuk menyembelihnya lupa dan ia ingat setelah berlalunya hari Tasyriq, maka penyembelihan itu sah. Alasannya, karena udzur dank arena diqiyas kepada orang yang ketiduran atau lupa shalat pada waktunya. Ia boleh shalat kapan saja ketika ia ingat atau terjaga. Menyembelih waktu malam pun boleh, namun yang afdhal adalah siang hari. Menyembelih hewan kurban setelah selesai acara shalat ‘Id adalah waktu terbaik. Dan setiap hari Tasyriq adalah lebih baik dari hari tasyriq setelahnya, karena cara tersebut berarti mempercepat berbuat kebajikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar